Usus Ayam Formalin
Kasus makanan berformalin sering kita dengar. Berita makanan mengandung formalin ini timbul tenggelam di media cetak maupun elektronik. Dulu kita pernah dengan ikan laut yang mengandung formalin, bakso, otak-otak, daging, semua mengandung formalin. Polisi sering diberitakan bertindak, tetapi pedagang tetap saja tidak jera. Keungtungan berlipat yang ada di benak oknum pedagang tersebut, tidak ada tersirat peduli terhadap kesehatan konsumennya.
Akhir-akhir ini Kompas (26/11/2010) memberitakan polisi menemukan pedagang/pengusaha usus ayam yang mengandung formalin. Ditempat tersebut ditemukan 650 kg usus mengandung formalin yang siap dipasarkan, beserta 350 kg usus yang sedang dicampur formalin dan 100 kg usus sedang dalam proses pencampuran dengan formalin. Satu hari mereka bisa menjual sebanyak 500 kg usus dengan harga Rp 7.500,- per kg. Usus ayam dari rumah pemotongan ayam dengan harga Rp 3.000 per kilogram. Untuk pembuatannya, membersihkan usus, kemudian direbus, lalu dimasukkan ke dalam bak air yang sudah dicampur formalin. Usus kemudian direndam sehari semalam, dibungkus kantong plastik, disimpan di lemari es, dan esoknya dijual.Usus-usus tersebut biasanya dibeli oleh pedagang bubur ayam, pedagang sate usus, dan pengusaha warung makan.
Usus yang mengandung formalin bisanya berwarna pucat, lalat pun tidak mau hinggap di atasnya, teksturnya kenyal mirip jelly, tidak berbau amis/anyir! Jika usus mengandung formalin ini dimakan manusia maka bisa mengakibatkan penyakit gagal ginjal, gagal hati, dan gagal pankreas. Nah sebaiknya pikirkan dulu makan usus, toh walaupun enak, usus juga tidak sehat untuk dimakan. Tetapi jika hobby, maka sebaiknya pilih usus yang segar dan goreng sendiri, jika beli yang sudah matang…tidak dijamin organ tubuh Anda akan awet seperti mayat….!
RAZIA DI KAMPUNG RAWA
Kasus ayam tiren dijumpai aparat dalam razia di Kelurahan Kampung Rawa, Galur, Cempaka Putih Barat, dan Cempaka Baru. Aparat menyita pada tiap lokasi rata-rata 10 sampai 30 ekor yang siap di pasarkan.
Ayam tersebut sudah mati dalam perjalanan dari daerah perternakan ke tempat penampungan, dipungut! oknum warga. Kemudian dicabuti bulunya selayaknya ayam yang sudah dipotong secara normal."Kami hams bergerak cepat agar ayam bangkai tersebut tidak dijual di pasaran," ujar Djaelani, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Unggas Sudin Pertanian dan Peternakan Jakpus. Minggu (25/4).
SEHARI 600 RIBU EKOR
Penemuan ini diduga hanya contoh kecil dari peredaran ayam bangkai tersebut. Kasus ini terjadi terkait dengan tingginya kebutuhan warga ibukota terhadap daging ayam mencapai 600 ribu ekor setiap harinya.
Berdasarkan data Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI, jumlah rumah pemotongan ayam (RPA) yang tersebar di lima wilayah ibukota saat ini mencapai 1.950 unit. Dari jumlah tersebut, 1.500 di antaranya liar termasuk berada di sekitar pasar.Jumlah tempat penampungan ayam (TPA) se-Jakarta ada 210 unit. Masyarakat dimintai waspada dan tidak mudah terbuai dengan tawaran harga ayam tiren yang lebih murah dibandingkan dengan ayam sehat dan halal.
AROMA AYAM ANYIR
Menurut Djaelani, jika lebih teliti sangatlah mudah membedakan ayam tiren dengan ayam sehat. Di antaranya, warna ayam tiren sedikit kebiru-biruan dan kemerah-merahan pada bagian leher. Upaya penipu mengecoh calon konsumen, melumuri ayam tiren dengan pewarna hingga kelihatan agak kuning. Aroma ayam bangkai sedikit anyir."Yang paling mudah mencirikan pedagang ayam tiren, mereka menjajakan dagang anya cenderung menyendiri," sambungnya.
Dien Emawati, Kepala Dinas Kesehatan DKI, di tempat terpisah menyatakan di dalam tubuh ayam tiren mengandung berbagai bakteri, baksil dan virus. Upaya penipu yang menyamar sebagai pedagang untuk mengawetkan ayam tiren mengunakan bahari kimia.Dijelaskan Dien, efek negatif bahan kimaia tersebut dalam jangka pendek, orang yang mengkomsumsi bisa kena diare. "Jangka panjangnya menderita kerusakan hati, ginjal, jantung dan kanker yang menyebabkan kematian," tandas Dien.
DIANCAM DENDA RP5 MILIAR
Huzna Zahir, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), minta ketegasan pemerintah untuk menindak pelaku penjualan ayam bangkai ini. Pelaku melanggar Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Pangan, Undang-Undang Pidana karena telah menipu konsumen.Undang-Undang Konsumen menetapkan penjual ayam tiren diancam sanksi kurungan penjara maksimum 2 tahun atau denda sebesar Rp5 miliar "Kasus ini harus segera ditindaklanjuti, mengingat temuan di lapangan terhadap ayam tiren sangat banyak," tegas Huzna.
Menyikapi kasus tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Boy Rafly menjelaskan untuk membuktikan adanya penjualan ayam tiren di pasaran harus melibatkan petugas Depkes dan BPOM. Sebab, untuk membuktikan itu adalah ayam tiren atau bukan harus dilakukan uji laboratoriun."Kalau ada informasi perdagangan ayam tiren, silakan lapor kepada kami dan pasti akan kami tindak," kata Boy Rafly.
Akhir-akhir ini Kompas (26/11/2010) memberitakan polisi menemukan pedagang/pengusaha usus ayam yang mengandung formalin. Ditempat tersebut ditemukan 650 kg usus mengandung formalin yang siap dipasarkan, beserta 350 kg usus yang sedang dicampur formalin dan 100 kg usus sedang dalam proses pencampuran dengan formalin. Satu hari mereka bisa menjual sebanyak 500 kg usus dengan harga Rp 7.500,- per kg. Usus ayam dari rumah pemotongan ayam dengan harga Rp 3.000 per kilogram. Untuk pembuatannya, membersihkan usus, kemudian direbus, lalu dimasukkan ke dalam bak air yang sudah dicampur formalin. Usus kemudian direndam sehari semalam, dibungkus kantong plastik, disimpan di lemari es, dan esoknya dijual.Usus-usus tersebut biasanya dibeli oleh pedagang bubur ayam, pedagang sate usus, dan pengusaha warung makan.
Usus yang mengandung formalin bisanya berwarna pucat, lalat pun tidak mau hinggap di atasnya, teksturnya kenyal mirip jelly, tidak berbau amis/anyir! Jika usus mengandung formalin ini dimakan manusia maka bisa mengakibatkan penyakit gagal ginjal, gagal hati, dan gagal pankreas. Nah sebaiknya pikirkan dulu makan usus, toh walaupun enak, usus juga tidak sehat untuk dimakan. Tetapi jika hobby, maka sebaiknya pilih usus yang segar dan goreng sendiri, jika beli yang sudah matang…tidak dijamin organ tubuh Anda akan awet seperti mayat….!
AYAM TIREN
JAKARTA (Pos Kota) - Waspada! Ayam mati kemaren (tiren) banyak dijumpai di pasar Jakarta dan sekitarnya. Memakan atau mengkonsumsi ayam tiren bisa menyebabkan serangan penyakit kanker dan lainnya yang mematikan.
Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam, dimanfaatkan kawanan penipuuntuk meraup keuntungan dengan cara menjual ayam tiren di sejumlah pasar. Dampak buruk jangka pendek akibat mengkonsumsi ayam tiren berupa serangan diare/mencret, sedangkan jangka panjangnya, serangan penyakit jantung dan kanker.
Perdagangan ayam tiren paling baru dibongkar aparat di Jakpus. Dalam kurun waktu 4 bulan sepanjang 2010, ada 2.900 ayam tiren disita dan dimusnahkan dari pasar tradisional oleh aparat. Ayam tiren tersebut dipasarkan penipu di sejumlah pasar dan ada pula dijumpai di 17 tempat penampungan ayam.RAZIA DI KAMPUNG RAWA
Kasus ayam tiren dijumpai aparat dalam razia di Kelurahan Kampung Rawa, Galur, Cempaka Putih Barat, dan Cempaka Baru. Aparat menyita pada tiap lokasi rata-rata 10 sampai 30 ekor yang siap di pasarkan.
Ayam tersebut sudah mati dalam perjalanan dari daerah perternakan ke tempat penampungan, dipungut! oknum warga. Kemudian dicabuti bulunya selayaknya ayam yang sudah dipotong secara normal."Kami hams bergerak cepat agar ayam bangkai tersebut tidak dijual di pasaran," ujar Djaelani, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Unggas Sudin Pertanian dan Peternakan Jakpus. Minggu (25/4).
SEHARI 600 RIBU EKOR
Penemuan ini diduga hanya contoh kecil dari peredaran ayam bangkai tersebut. Kasus ini terjadi terkait dengan tingginya kebutuhan warga ibukota terhadap daging ayam mencapai 600 ribu ekor setiap harinya.
Berdasarkan data Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI, jumlah rumah pemotongan ayam (RPA) yang tersebar di lima wilayah ibukota saat ini mencapai 1.950 unit. Dari jumlah tersebut, 1.500 di antaranya liar termasuk berada di sekitar pasar.Jumlah tempat penampungan ayam (TPA) se-Jakarta ada 210 unit. Masyarakat dimintai waspada dan tidak mudah terbuai dengan tawaran harga ayam tiren yang lebih murah dibandingkan dengan ayam sehat dan halal.
AROMA AYAM ANYIR
Menurut Djaelani, jika lebih teliti sangatlah mudah membedakan ayam tiren dengan ayam sehat. Di antaranya, warna ayam tiren sedikit kebiru-biruan dan kemerah-merahan pada bagian leher. Upaya penipu mengecoh calon konsumen, melumuri ayam tiren dengan pewarna hingga kelihatan agak kuning. Aroma ayam bangkai sedikit anyir."Yang paling mudah mencirikan pedagang ayam tiren, mereka menjajakan dagang anya cenderung menyendiri," sambungnya.
Dien Emawati, Kepala Dinas Kesehatan DKI, di tempat terpisah menyatakan di dalam tubuh ayam tiren mengandung berbagai bakteri, baksil dan virus. Upaya penipu yang menyamar sebagai pedagang untuk mengawetkan ayam tiren mengunakan bahari kimia.Dijelaskan Dien, efek negatif bahan kimaia tersebut dalam jangka pendek, orang yang mengkomsumsi bisa kena diare. "Jangka panjangnya menderita kerusakan hati, ginjal, jantung dan kanker yang menyebabkan kematian," tandas Dien.
DIANCAM DENDA RP5 MILIAR
Huzna Zahir, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), minta ketegasan pemerintah untuk menindak pelaku penjualan ayam bangkai ini. Pelaku melanggar Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Pangan, Undang-Undang Pidana karena telah menipu konsumen.Undang-Undang Konsumen menetapkan penjual ayam tiren diancam sanksi kurungan penjara maksimum 2 tahun atau denda sebesar Rp5 miliar "Kasus ini harus segera ditindaklanjuti, mengingat temuan di lapangan terhadap ayam tiren sangat banyak," tegas Huzna.
Menyikapi kasus tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Boy Rafly menjelaskan untuk membuktikan adanya penjualan ayam tiren di pasaran harus melibatkan petugas Depkes dan BPOM. Sebab, untuk membuktikan itu adalah ayam tiren atau bukan harus dilakukan uji laboratoriun."Kalau ada informasi perdagangan ayam tiren, silakan lapor kepada kami dan pasti akan kami tindak," kata Boy Rafly.
IKAN LAUT BERFORMALIN DAN KLORIN
Sebuah stasiun swasta menyajikan investigasi tentang bahan makanan berbahan kimia berbahaya. Berdasarkan informasi ini, ada kemungkinan semua ikan laut yang terjual luas di pasar-pasar ikan tradisional tercemar kimia berbahaya. Ikan-ikan itu kelihatan segar karena dicelup dalam klorin. Klorin adalah bahwan pemutih pakaian atau banyak digunakan untuk pembersih kolam. Fromalin adalah bahan pengawet, yang umumnya digunakan untuk jenazah. Kedua bahan ini bisa menimbulkan iritasi pada usus dan kanker.
Suatu saat keluarga kami yang gemar konsumsi ikan laut itu, heran bahwa kepala ikan kakap mengeluarkan warna merah. Ikan laut seakan luntur setelah direbus dalam panci berisi air. Sejak itu tak pernah lagi kami membeli kepala ikan kakap, yang berwarna merah. Kami juga akhirnya berhenti konsumsi daging kerang yang berwarna merak kekuningan. Namun kami masih terus membeli ikan yang lain dan mengkonsumsinya.
Beradasarkan siaran televisi Sabtu 4 Desember 2010, saya yakin kami telah mengkonsumsi begitu banyak bahan kimia, melalui ikan laut yang nampak segar dan licin sisiknya, ikan bandeng presto yang mengkilat, dan kerang yang selama ini kami cicipi dengan penuh gairah.
Memangnya gue pikiran kata seorang yang diwawancarai televisi tentang ulah curang dan mematikan ini. Sungguh para pedagang kita sudah kehilangan naluri kasih sesama manusia. Kesadarannya seudah begitu tumpul. Apakah kita harus berhenti membeli ikan dan kerang saat ini. Ikan dan kerang yang biasa bau amis mengundang lalat, menjadi sebuah barang pajangan yang selalu segar dipandang mata. Ini menjadi pekerjaan bagi petugas pengawasan.
Patut disayangkan kalau petugas pengawasan hanya mengatakan bahwa para pedagang nakal memanfaatkan peluang karena kurangnya kesadaran masyarakat. Tanpa diendus media, pasti tak akan pernah menjadi perhatian petugas pengawas makan dan minuman. Pasti tidak tunggu sampai mucul satu generasi Indonesia penuh penyakit baru kita semua disadarkan.
Beradasarkan siaran televisi Sabtu 4 Desember 2010, saya yakin kami telah mengkonsumsi begitu banyak bahan kimia, melalui ikan laut yang nampak segar dan licin sisiknya, ikan bandeng presto yang mengkilat, dan kerang yang selama ini kami cicipi dengan penuh gairah.
Memangnya gue pikiran kata seorang yang diwawancarai televisi tentang ulah curang dan mematikan ini. Sungguh para pedagang kita sudah kehilangan naluri kasih sesama manusia. Kesadarannya seudah begitu tumpul. Apakah kita harus berhenti membeli ikan dan kerang saat ini. Ikan dan kerang yang biasa bau amis mengundang lalat, menjadi sebuah barang pajangan yang selalu segar dipandang mata. Ini menjadi pekerjaan bagi petugas pengawasan.
Patut disayangkan kalau petugas pengawasan hanya mengatakan bahwa para pedagang nakal memanfaatkan peluang karena kurangnya kesadaran masyarakat. Tanpa diendus media, pasti tak akan pernah menjadi perhatian petugas pengawas makan dan minuman. Pasti tidak tunggu sampai mucul satu generasi Indonesia penuh penyakit baru kita semua disadarkan.
Bakso Yang Telah "Terinfeksi" Boraks
Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq. Merupakan kristal lunak lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air.
Boraks merupakan garam Natrium Na2 B4O7 10H2O yang banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks.
Boraks sejak lama telah digunakan masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut “Karak” atau “Lempeng”. Disamping itu boraks digunakan untuk industri makanan seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan kecap.
Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikelurkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria.
Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan.
Boraks dalam bakso
Pemakaian boraks untuk memperbaiki mutu bakso sebagai pengawet telah diteliti pada tahun 1993. Di DKI Jakarta ditemukan 26% bakso mengandung boraks baik di swalayan, pasar tradisional dan pedagang makanan jajanan. Pada pedagang bakso dorongan ditemukan 7 dari 13 pedagang menggunakan boraks dengan kandungan boraks antara 0,01 – 0,6 %
Selain itu digunakan tawas yang dilarutkan dalam 2 gram/liter air tersebut digunakan untuk merebus bakso untuk mengeringkan dan mengeraskan permukaan bakso. Beberapa pengolah bakso menggunakan TiO2 yaitu zat kimia yang disebut Titanium dioksida untuk menghindari warna bakso yang gelap.
Boraks sejak lama telah digunakan masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut “Karak” atau “Lempeng”. Disamping itu boraks digunakan untuk industri makanan seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan kecap.
Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikelurkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria.
Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan.
Boraks dalam bakso
Pemakaian boraks untuk memperbaiki mutu bakso sebagai pengawet telah diteliti pada tahun 1993. Di DKI Jakarta ditemukan 26% bakso mengandung boraks baik di swalayan, pasar tradisional dan pedagang makanan jajanan. Pada pedagang bakso dorongan ditemukan 7 dari 13 pedagang menggunakan boraks dengan kandungan boraks antara 0,01 – 0,6 %
Selain itu digunakan tawas yang dilarutkan dalam 2 gram/liter air tersebut digunakan untuk merebus bakso untuk mengeringkan dan mengeraskan permukaan bakso. Beberapa pengolah bakso menggunakan TiO2 yaitu zat kimia yang disebut Titanium dioksida untuk menghindari warna bakso yang gelap.
Dewasa ini, para penggemar tahu harus ekstra hati-hati dalam memilih makanan kegemarannya. Sebab kalau tidak hati-hati, tahu yang tiap hari kita konsumsi itu akan meracuni tubuh kita dengan formalin. Formalin adalah metanal (formaldehida, H.CO.H) yang dilarutkan dalam air dengan kadar 40%. Memiliki sifat mematikan bakteri dan mengawetkan, hingga banyak digunakan sebagai zat antiseptik dan desinfektan. Dalam kehidupan sehar-hari, formalin sering digunakan untuk mengawetkan jenasah serta bahan organik di laboratorium.
Sebenarnya formalin tidak pernah direkomendasikan oleh Departemen Perindustrian maupun Departemen Kesehatan untuk mengawetkan bahan pangan. Tetapi karena bahan ini sangat murah dan mudah diperoleh, para pelaku industri pangan banyak yang memanfaatkannya untuk mengawetkan bahan makanan. Salah satu bahan pangan yang sering diawetkan dengan formalin adalah tahu. Sebab bahan pangan ini akan cepat sekali rusak dalam suhu kamar di ruang terbuka. Dengan formalin, tahu bisa tetap dalam kondisi baik sampai beberapa hari.
Namun formalin tidak direkomendasikan sebagai pengawet bahan pangan, karena potensial menimbulkan gangguan kesehatan terutama gangguan hati atau lever. Sementara tahu yang diawetkan dengan formalin, rasanya juga akan berubah. Para pengusaha tahu, biasanya melakukan pengawetan dengan mencampurkan formalin pada waktu proses produksi, atau pada air untuk merendam produk jadi. Pada cara pertama, akan banyak formalin yang terserap oleh tubuh konsumen. Sementara para cara kedua kadar formalin yang ikut termakan relarif kecil. Namun pengewetan bahan pangan ini dengan formalin tetap bisa membahayakan kesehatan.
Ciri khas tahu yang menggunakan formalin adalah, kalau digoreng, bagian yang kering akan mengeras dan liat. Sementara tahu tanpa bahan pengawet, kalau digoreng bagian yang kering akan renyah atau tetap empuk. Dewasa ini, industri tahu yang tidak menggunakan bahan pengawet masih cukup banyak. Industri skala kecil dan besar, kebanyakan tidak menggunakan bahan pengewet. Sementara satu dua industri menengah yang menggunakan bahan pengawet. Untuk kepastiannya, Departemen Perindustrian atau Pemkab/Pemkot harus melakukan pengawasan secara ketat.
Tahu murni sebenarnya juga tidak akan cepat mengalami kerusakan, apabila tetap terendam air atau telah digoreng. Tahu merupakan bahan pangan berasal dari kedelai atau kacang hijau. Tahu dari bahan baku kacang hijau lebih tinggi harganya dibanding yang dari bahan kedelai. Kalau pelaku industri tempe lebih memilih bahan baku kedelai impor yang ukuran bijinya besar-besar, maka industri tahu justru sebaliknya. Mereka lebih memilih kedelai lokal karena rendemennya lebih tinggi dibanding kedelai impor.
Temukan Daging Tak Layak Konsumsi
Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan, dan Pertanian (DKP3) menggelar razia daging di sejumlah pasar tradisional, yakni di Pasar Pagi dan pusat perbelanjaan seperti Carrefour dan Grage, Rabu (25/8). Dari pemeriksaan daging di salahsatu pusat perbelanjaan, ditemukan daging ayam yang sudah tidak segar lagi.
Menurut Kabid Peternakan DKP3 Ir Erythrna Oktiani, dalam pemeriksaan tersebut ditemukan daging yang kondisinya memar atau lebab berwarna kebiru-biruan. “Selain itu, ada juga daging ayam, khususnya bagian dada yang terdapat darah akibat pecahnya sel darah merah,” kata dia kepada Radar di sela-sela pemeriksaan daging, kemarin (25/8).
Selain itu, petugas juga menemukan daging sapi yang dalam kondisi tidak segar karena teksturnya sudah lembek. Seharusnya, daging yang segar tersebut memiliki tekstur yang keras pada saat dipegang. “Dengan kondisi seperti itu, kami memberikan rekomendasi kepada pengelola untuk menarik dan tidak dijual kepada masyarakat, serta mengembalikan kepada distributor untuk diganti,” paparnya.
Perempuan berjilbab ini mengungkapkan, dengan kondisi daging yang lebab dan terdapat darah tersebut, menjadikan kualitas daging menjadi menurun, yakni dari kualitas 1 menjadi kualitas 3. Namun pada kenyataannya, pihak pengelola tetap menjual daging yang kualitas 3 dengan harga kualitas 1.
“Dalam pemeriksaan tersebut, kami juga mengambil sample, baik daging sapi maupun daging ayam untuk diuji di labkesda, supaya mengetahui uji bakteri sanmonella dan caliform yang terkandung di dalam daging,” ungkap dia.
Erythrna menyatakan, selain melakukan pemeriksaan di pusat perbelanjaan, pihaknya melakukan pemeriksaan di Pasar Pagi. Dari pemeriksaan tersebut, pihaknya tidak menemukan daging yang direkomendasikan untuk tidak dijual kepada masyarakat.
“Untuk daging yang dijual di pasar tradisional kondisinya baik dan layak untuk dikonsumsi. Selain itu, kami juga tidak menemukan indikasi adanya pedagang yang menjual daging sapi glonggongan dan daging ayam mati kemarin (tiren),” jelasnya.
Tidak hanya itu, petugas dari DKP3 juga memantau harga daging di Pasar Perumnas dan ternyata masih cukup stabil. Untuk daging sapi saat ini mencapai Rp60 ribu-Rp62 ribu/kg, sedangkan untuk daging ayam Rp24 ribu-Rp25 ribu/kg. Namun harga daging yang cukup mahal yakni daging ayam kampung mencapai Rp50 ribu-Rp55 ribu/kg. “Pemeriksaan daging di sejumlah pasar terus akan kita lakukan dan semakin intensif menjelang Lebaran mendatang,” tukas dia.
0 comments:
Posting Komentar